Jumat, 11 Juli 2014

Malam, Kota Pralegenda

Malam 
(Percakapan Sang Ratu dan pekat malam pada jendela tua) 

Akhir bulan yang tak pernah tau arah, aku.. bahkan khayalanku saat ini melambung, terbang seperti kupu-kupu. Bingung, kelam... Layaknya warna di luar jendela kamar lelaki ku tanpa bingkai kaca. Hitam... Pekat malam terlihat jelas malam disana. Bahkan aku masih tak mengerti warna apa ini. 

Kota Pralegenda, kamu menyimpan dan memberi ribuan tanya. Aku berbincang pada malam 
Apa yang kamu lakukan disini? 
Aku hanya melakukan yang aku suka, lagi-lagi jawab ku. 
Lantas? 
Aku hanya ingin didekatnya, makanya aku rela datang bermil-mil jauhnya. 
Apa kamu tak takut tidak diterima? 
Ini bukan miliknya, Tuhan kan Maha Kuasa. sama-sama makan nasi ! Aku tak Takut. (Aku sedikit menyirat ragu di kalimatku barusan) 
Kamu takut ! 
Tidak, aku sudah bilang tidak takut.. (Aku membuang tatapan malam) 
Kamu tidak di terima disini, Pulang lah.. apa yang kamu harapkan? Bahkan waktu tak akan bisa membantumu. Pulang (Malam menegaskan) 

Aku tutup perlahan kelopak mataku yang lelah ini. Sesak nafas bahkan cekikan kasar di ulu hatiku juga tak dapat memperbaiki masalah, pun untuk menyelesaikan dan mengesampingkan seberkas ragu ku. 

Tapi, malam tak bisa membuatku gentar.. Karena dia, yang ku sayang memberikan cahaya kecil yang tenang (Selamat malam, sayang). Membuat aku dapat menutup kembali mataku tanpa takut sekalipun aku harus terhanyut dalam pekatnya malam. 

Paling tidak, dari 3 kalimat itu. Ada 1 kalimat yang membuat aku kuat bertahan disini. Pralegenda 

Sepenggal Kisah 
-Ratu Tanpa Mahkota-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar