Saya mahasiswa 23 tahun yang sekarang sudah kuliah di AKINDO (Akademi Komunikasi Indonesia)-Yogyakarta, yang dulunya sudah pernah mengenyam bangku pendidikan menengah di salah satu Sekolah ternama berbasis Parawisata dan berstandar ISO (International Organization for standardization, mungkin seperti itu artinya, tapi saya meyangka iki yo mung iso-isoan pihak sekolah wae) di Palanga Raya. Selayaknya Murid SMA pada umumnya, saya belum pernah tinggal kelas. Selama 3 tahun saya belajar di SMKN-3 Pariwisata Palangka Raya, berbagai macam pengalaman baik-buruk sudah saya telan masak mentahnya. Kemudian tumpah disini, Mari kita bahas.
1. Harus bangun sepagi Ayam
Sebagai murid yang juga terkenal dengan bakat malas sejak dideteksinya kebiasaan tidur saya dari SD yang tidak teratur. Saya merasa sangat tersiksa jika harus bangun pagi, sepagi ayam. Itupun jika ayamnya bangun pagi dan tidak begadang sebelumnya. Bagaimana tidak? Saya harus menyiapkan segalanya sendirian, mulai membuka mata, mengumpulkan nyawa, dan berjuang melawan air yang harus tumpah pada sekujur tubuh. (Bagian ketiga hanya kadang-kadang saja)
Berangkat kesekolah dengan berjalan kaki kedepan Gang dan menunggu angkot yang datangnya tidak bisa di tentukan jamnya, entah ini hanya perasaan saya saja atau ada pihak lain yang merasa sama “andai saja tau jadwal angkot datang, mungkin jam untuk menunggunya yang terkesan 15 menit sampai 30 menit masih bisa di pakai buat tidur lagi”. Akan lebih baik tidur dengan selesai sebelum sekolah tiba, karena adegan tidur di ruang kelas dengan menegakkan buku paket menghalangi pandangan Guru itu menurut saya; sangat tidak lucu.
Belum lagi ketika sudah di perjuangkannya bangun sepagi mungkin untuk berangkat sekolah, kemudian terlambat masuk pintu gerbang sekolah yang jauhnya kaya perjalanan antara Yogyakarta-Salatiga ketika masih ngantuk-ngantuknya. Dan parahnya guru penjaga piket keterlambatan sekolah tidak akan pernah mengampuni dengan bijaksana jika saya mengatakan “angkotnya lambat datang, buk” kemudian Saya dihukum dengan hukuman yang menurut saya kurang nyambung pula. Bayangkan saja, saya kadang disuruh squat jump, lari keliling lapangan basket, mungutin sampah, atau menghormat bendera merah putih di pucuk tiang dan kemudian mengisi laporan keterlambatan di ruang BP. Bayangin saja kejadian yang saya alami dengan soundrack lagu Bus sekolahnya trio wek-wek, Sempurna!
Soal hukuman squat jump, lari keliling lapagan basket itu menurut saya tidak nyambung, karena ini perihal supir angkot yang lambat datang atau misalpun seburuk-buruknya alasan saya: adalah karena saya gagal bangun secepat ayam. Dan ini berhubungan dengan pola tidur saya. Pertanyaannya adalah “Nyambungnya dimana pola tidur dengan bagian hukuman yang berhubungan dengan olah raga jasmani? Heran deh berbie”
Kemudian hukuman disuruh berjemur dan menghormati bendera yang ada di pucuk tiang, ini juga semakin tidak nyambung menurut saya. Saya semacam diperlakukan seperti pakaian basah atau mungkin juga pihak guru penjaga piket keterlambatan sedang terinspirasi oleh turis-turis asing yang ada di bali “Hemm.. gue berjemur coy..”. Okelah, setidaknya masih keren sedikit jika di Tanya orang.
Yang terakhir, disuruh laporan keterlambatan pada guru BP yang didalam bukunya hanya nama saya dan saya saja. Kemudian jika wejangan beliau sudah hamper selesai. Di akhri pembicaraan, Ibu BP akan berkata “Poin di sekolah ini ada 100, dan kalau kamu terlambat seperti ini terus poin mu bakal habis”. Oke.. fix, saya semakin merasa sedang bersekolah di Bank mandiri atau telkomsel.
2. Pungutan Uang Prakter Jurusan yang belum saya nikmati sepenuhnya.
Jadi, jurusan yang saya ambil TKJ (Tekhnik Komputer dan Jaringan) di dalam setiap semesternya selalu memungut biaya praktek, jaman saya dulu pungutan itu sebesar Rp 800.000/murid setiap 6 bulan sekali. Jika dikalikan murid kelas saya saja yang berjumlah 40 murid (Di DO 3 orang, menjadi 37 murid total sisanya) sudah Rp 29.600.000.
Ini menurut saya tidak sepenuhnya saya nikmati, selayaknya jurusan yang saya ambil, seharusnya saya berhak mendapat dan memakai fasilitas sekolah. Tetapi itu tidak terjadi, karena di beberapa mata pelajaran yang menuntut untuk ke lab.IT selalu saja hanya diperbolehkan praktek pada hari-hari tertentu. Seperti mata pelajaran Diagnosa komputer dan jaringan, system jaringan, praktek program computer, dan analisis jaringan dan program perangkat keras dan lunak.
Lab.IT dan lab. Hardware yang ber-AC itu tidak selalu di buka, sering saya ngadem didepan ruangan itu untuk menikmati sisa-sisa dinginnya AC dari celah-celah bawah pintunya. Memang, sesekali ruangan itu di buka untuk di bersihkan Office boy sekolah. Isinya memang komputer, tetapi di tutup dengan kain. Kalau dalam perfileman, ini tampak semacam adegan horror yang benda keramatnya di tutup dengan kain putih dan di masukan di dalam ruangan lembab dan gelap. Persis..
Komputer itu sangat disayangkan tidak terjamah oleh kami, menjadi semacam barang pajangan yang perawan. Mereka di penjara seketat mungkin. Di hindarkan dari tangan-tangan yang sudah membayar dan memberinya asupan.
Bahkan saya sempat merasa, betapa beruntungnya office boy sekolah yang lebih sering masuk di ruangan itu ketimbang kami yang sudah menguras uang orang tua membayarnya mahal-mahalan.
Tapi terlepas dari itu, kekurangan dan keterbatasan saya pada bidang saya dalam hal praktek akhirnya membuat saya menjadi pribadi yang mandiri. Saya tidak pernah masalah ketika komputer rumah saya menjadi korban keingintahuan saya terhadap benda-benda keras komputer, karena saya yakin betul komputer yang ada di rumah tidak di beli dengan uang jajan saya. Sumpah deh !! Paling mentok hal terbesar yang terjadi adalah saya bisa membongkarnya dan akan menyerahkan dengan bahagia ke tukang service komputer ketika saya tidak bisa merakitnya seperti semula #Senyumsempurna. Yaah.. ambil positif-nya saja, mungkin rezki tukang service di berikan Tuhan melalui saya. Begitu kira-kira.
3. Parkiran Guru VS Parkiran Siswa
Kebetulan setelah saya menginjak kelas 3 SMA, orang tua saya baru terbuka fikirannya untuk menyerahkan motor tua yang katanya layak saya pakai hanya untuk pulang pergi sekolah saja. Ibu saya terutama, seperti yang selalu saya kabarkan kepada handai taulan yang lain. Ibu saya adalah pribadi yang baik, dia sangat mulia membesarkan saya. Seperti ketika saya sudah hampir mati kelaparan di Yogya, dia baru kirimkan uang ke saya. Itu hal yang mulia menurut saya. Dan pribadi yang seperti itu sudah dimilikinya sejak dini. Contohnya ketika saya merengek minta di belikan sepeda motor sejak kelas 3 SMP, dia baru membelikan saya motor kelas 3 SMA setelah motor shogun tua itupun usum dipakai. Haha.. piss mam!
Di tahun-tahun terakhir saya SMK, keanehan di sekolah yang berstandar ISO ini makin menjadi-jadi, seperti salah satu beredarnya video bokep yang kualitasnya aduhai banget. Dan efeknya si siswa menjadi krisis kepribadian sampai sekarang dan dikeluarkan dengan tidak selayaknya (Bukan saya, saya masih sekolah sampai selesai. Serius), seperti halaman yang dulu sangat luas kini di perkecil dengan taman-taman hijau yang akhirnya Cuma jadi pajangan lagi dan tidak boleh di injak, yang paling parah adalah halaman parkir yang selalu di perbaharui di setiap tahunnya.
Parkiran guru yang semakin luas dan lebar, semakin nyaman dan aman. Sedangkan parkiran siswa semakin sempit karena populasi siswanya yang semakin banyak. Tidak sering saya harus menunggu 15 menit sampai setengah jam untuk bisa menunggu parkiran itu kosong dan bisa mengeluarkan motor tua saya. Atau jika saya terlalu buru-buru, parkiran itu serasa arena tinju, tidak sering motor tua saya menghantam teman sepermotoran di samping-sampingnya, kemudian si tua lecet. Atau ada juga kejadian kita sesama murid harus berate (perang dingin gitu ceritanya..) hanya karena lahan parkir yang pas karena ajang dulu-duluan. Bahkan parkiran ini sangat tidak aman.
Ada-ada saja kejadian aneh didalamnya, dulu ketika saya masih bersekolah disana mulai trand pelak sepeda motor yang rujinya ada hiasan nanas, apel, bunga, bintang dan apalah itu pada ruji-rujinya. Yang membuat aneh bukan di bagian hiasannya, tetapi dengan hilangnya hiasan itu beserta ban dan pelaknya. Itu aneh sekali menurut saya.
Ada juga yang kehilangan kaca spion sepeda motor dengan banyaknya isu rajia polisi yang bermusim, atau sekedar kehilangan helm yang sudah bercantol di motor dengan aman.
Tetapi keanehan itu tidak begitu jadi masalah lagi seiring berjalannya waktu, saya mulai menikmati. Karena ajang menunggu motor sepi juga menjadikan saya dekat dengan teman-teman yang lain, di sela menunggu kita bisa saja ngobrol hal-hal yang tidak terlalu penting, atau membagi sebagian rezki pada pedagang kaki lima di depan pagar yang jajaannya tidak boleh di bawa masuk ke halaman sekolah. Padahal akan menarik ketika pedagang kaki lima itu bisa berjaja di halaman sekolah, suasana sekolah yang mencekam mungkin akan berubah sekelebat kita mengedipkan mata menjadi pasar malam yang tertunda. Dan juga bisa jadi waktu yang pas untuk mojok sebentar dengan pacar yang kata emak saya itu Cuma cinta monyet saja.
Yang lebih memuakan ketika parkiran guru semakin meluas dan parkiran murid semakin terasa sempit. Sekolah yang katanya berstadar ISO itu tidak melihat perbandingan antara Guru dan murid (1.260 murid : 100 guru) kira-kira. MIKIR !!
4. Company of Heroes
Jika kalian pernah menyisihkan uang jajan perhari 5.000 perak hanya untuk nyewa layar TV gede seukuran 21”, stick dan PS2. Nah.. kalian pasti tau judul nomor 4.
Saya sebagai salah satu siswa pembolos nomor satu di kelas merasakan hal-hal di dalam permainan PS itu terjadi di kehidupan sekolah saya sewaktu SMK, dimana ketika saya mulai bosan dengan pelajaran matematika selama 4 jam yang di potong hanya karena istrahat 15 menit atau sedang kangen dengan soto lamongan yang di jual di bawah Jembatan sungai Kahayan, saya selalu melakukan pembolosan.
Rencana pembolosan pertama selalu saya terapkan dengan teman terbaik saya: Dedew, Nidha, dan titin. Saya selalu meluncurkan jurus loby dan doktrin yang baik agar mereka terhipnotis untuk membuntuti langkah saya. yah.. mungkin tidak meleset jika saya sekarang kuliah di komunikasi. Karena komunikasi yang saya punya sudah saya kembangkan sejak jaman SMK.
Hubungannya sama game di atas: Jadi ketika saya membolos.. saya di tuntut untuk menggabungkan kemampuan analisis dengan strategi untuk tidak ketahuan para sipir sekolah, saya mulai belajar pandai menentukan metode untuk merebut ruang dan lintasan-lintasan aman agar tidak ketahuan. Tapi percayalah, semua itu tentunya dapat dilakukan sesuai dengan biaya perang yang anda miliki jika ingin meniru saya.
Yang saya herankan, kenapa sekolah berstandar ISo tersebut lagi-lagi iso bikin saya berbuat tidak selayaknya.
Tapi terlepas dari keburukan itu, saya menjadi satu dari sekian murid yang terkenal disekolah, dikenal guru dari mulai guru kelas bahkan guru luar kelas. Kasih sayang yang mereka beri bukan hanya karena hukuman yang tidak nyambung dan selalu konsisten di berikan kepada saya ketika terlambat atau ketahuan bolos sekolah. Tetapi kesan yang mereka berikan lebih dari itu. Mereka juga berjuang tanpa henti untuk menjadikan saya pribadi yang lebih baik lagi.
Tapi terlepas dari banyaknya hal buruk yang saya alami di atas, saya juga bersyukur sudah berkesempatan bersekolah di SMKN-3 Pariwisata Palangka Raya tersebut, sekolah yang dimana saya harus mengalahkan 500 pendaftar di awal masuk seblumnya. Sekolah bergengsi satu-satunya yang ada di Palangka Raya dan yang membuat kebanyakan orang tua murid rela membayar lebih agar anaknya bisa bersekolah disana. Sesuatu !!
Saya bisa mengenal teman sekelas yang super ribut dan ribet yang masih solid sampai sekarang walaupun banyak yang terpisah pulau karena tuntutan pendidikan lanjutan.
Saya juga mengenal lapangan basket seluas itu dan sering bermain selepas pelajaran selesai dan sangat disayangkan tinggi saya tetap tidak bisa mencapai batas normal. Seadanya.
Terlepas dari semuanya, sekolah SMKN-3 Pariwisata Palangka Raya itu tempat saya mengenal banyak hal, berperan membuat saya tangguh untuk berperang di era globalisasi dan berperan mencerdaskan saya, megikis jati diri saya untuk menjadi siapa di saat ini. Memikul saya untuk menjadi pribadi yang seperti sekarang ini. Walaupun sekolah itu yang membuat saya lulus dengan nilai Bahasa Indonesia yang pas-pasan, padahal cita-cita saya yang berharap berprofesi di bidang penulisan. Saya tetap bersyukur dan berterimakasih untuk sudah menampung saya dengan apapun isi didalamnya.
Salam sekolahku. . .
(Majalah : Gairah tanggal tua#12, 27/12/2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar