Sudah berapa detik yaa yang tidak aku lalui bersamamu? Apa kabarmu?
Hufh... agak bingung malam ini setelah banyak sekali kejadian nempel pada beban yang selalu aku tenteng. Biasanya berbagi dengannya adalah hal menyenangkan yang pernah ku lakukan sepanjang perjalanan hubungan yang ada kita di dalamnya.
Sekarang? Sudah tidak agi. (Nyeruputi kopi)..
Sendiri, jelas semua sudah tidak lagi sama. Ketika banyak jendela & gelas-gelas kita yang berserakan di kenangannya sudah tidak ada lagi bekas bibirnya. Bibirku & bibirmu yang membekas pada gelas itu, di kamarku. Masih ingatkan? Bagaimana kita menelan pelan-pelan kopi atau coklat panas yang ku buat? Yang katamu paling nikmat..
Kamu mungkin lupa, rasa yang dibuat oleh gelas & isinya itu bukan nikmat karna rasanya. Tapi karna dengan siapa kamu menikmatinya.
Dan sekarang, sendiri..
Jauh lepas ketika kamu sudah memutuskan untuk berhenti, memfonis segala puluhan butir air mataku di lantai 2 ruangan itu sebagai "kawan". Yaa... kenangan yang sudah di jelma hanya mempunyai sama dengan yang tidak pernah ku kira sebelumnya. Menjadi sosok kawan..
Ku fikir semua mungkin kamu ucap karna beberapa emosi yang menggumpal, beberapa lelah atas segala campur aduk sifatku yang tidak kunjung sudah. Dan kita, berpisah..
Berpisah, epilog macam apa ini?
Ku fikir sebuah perpisahan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Jangankan berpisah denganmu. Untuk menyeriusi setiap jengkal marahku saja aku tidak pernah mampu. Aku kembali, lagi-lagi seperti itu. Lagi lagi-lagi aku mengadu, bahwa aku ingir bersamamu. Tetapi, tetap.. tak bisa di pungkiri kan? Sebuah pertemuan adalah perpisahan yang tertunda. Dan kini kamu, aku menjumpainya.
Hai.. bagaimana kabar masalah yang dulu dipunya? Apa dia, orang yang selalu ku sebut selalu bahagia?
Coba bayangkan, bagaimana kita mengalah pada setiap pertengkaran yang selalu ada dia didalamnya? Kemudian setelah aku dan kamu tak pernah bersua apalagi mengadu aksara.. dia disana bisa menatapmu dengan penuh seksama, dia bercanda melawan sengsara(ku), dia ada.. dia kamu adakan, dia diadakan. Dia, kamu bahagia. Aku? Sendiri saja..
Ada kalimat yang aku yakini sebelumnya "jika kamu menemui pertanyaan, memilih kekasih atau sahabat? Pilihlah kekasihmu. Karna dia akan menjadi teman hidupmu, bukan sahabatmu yang akan menrmanimu hidup". Awalnya aku percaya, kalimat itupun aku bawa saat bersamamu. Dan sebaliknya, kamu meng-antonimkan semuanya. Kamu memilihnya, meski didalamnya kamu katakan.. kamu tidak memiliki pilihan, aku & wanita itu bukan pilihan! Entahlah.. yang aku rasa kamu & waktu sudah membuktikan, siapa yang harus disingkirkan. Kemudian aku menjadi sosok yang kasihan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar