Kamis, 10 Juli 2014

Dan, lalu. . .

 Apa kabar cerita dulu? Cerita yang sudah pernah ku dengar kala membuat mulut bergetar tak bisa mencakapkan apapun tentang kebenaran dari adanya seorang hawa yang baru di kotamu
Ini tidak sesederhana cerita yang ingin aku rampungkan di sepertiga hari ini, tapi aku hanya menyempatkan waktu berkisah tentang kenangan yang sudah di telan oleh 3 musim yang lalu saat pertama kali aku datang ke kotamu.

          Bisakah kalian ingat, kisah yang kalian simpulkan untuk seorang hawa itu. Membuat apapun kalimat yang benar akan cidera, pecah dan tak bermakna. Dia tidak mengerti akan adanya siapa dan sebesar apa kepala tokoh yang ada di ligkungan itu. Dia hanya bermain layaknya seorang remaja di zamannya. Sampai akhirnya kalimat demi kalimat miring menusuk, melakukan, dan melemparnya ke dalam pekik diam seorang hamba. Melakukan kepasrahan dalam suasana tanpa maaf.
Bisa jadi dia menjadi apa yang akan di takutkan oleh adamnya, tapi setahuku dia tidak akan seburuk itu. Dia sudah berusaha mencari arti menyayangi yang bukan batasannya. Dia lakukan, untuknya. . .

Sore ini aku menunggu senja yang tak pasti di ufuknya, lembab suasana dan bau khas Kota Yogyakarta semakin membingungkan akan adanya gradasi indah yang ingin aku sorot dengan mata hitam jambrud ku. Sekedar menceritakan keluh kesal akan cerita sekitar 390 hari yang lalu tentang si hawa itu pada adamnya.
Ah. . . “nanti juga akan adem sendiri” fikirku, “hei. . . siapa yang tau?” ujarku lagi

Hemmm.. masih akan aada kisah yang aku coret di lembaran putih di samping tempat dudukku. Masih ada dan entah akan aku coren dengan warna yang sepantas apa. Di hari besok dan seterusnya, semoga tidak seminor sebelumya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar