Rumah ini sangat hangat, dihuni oleh seorang lelaki yang mampu membuat setiap sisi rumah bernyanyi, bersuara, berlakon selembut mungkin sebagaimana mestinya.
Rumah ini kian hari kian menjadi rumah dengan banyak cerita. Tentang seduh kopi, tentang canda tawa, tentang 2 cangkir teh hangat saat hujan. Banyak hal.. dan tidak segan rumah ini memetakan jalan pulang dipunggung lelaki yang menghuninya. Dia petakan dengan tulus, dengan mesra.. ketika beberapa jejak langkah kaki yang dipola akan sering terhapus seiring hujan.
Sampai pada suatu hari lelaki tersebut tak singgah. Tidak ada aroma bau badannya seharian tadi setelah pagi dia pergi. Rumah ini hanya terdiam menunggu penghuninya pulang.
Sehari, dua hari, tiga hari. Sampailah pada titik rindu yang menghalang. Lelaki tak pernah pulang. Rumah ini semakin gusar.. ini bukan lagi tentang senda gurau dan kehangatan yang teringat. Ini tentang sepi, seduh, sedan, hujan, api unggun yang tidak pernah menyala lagi, dan tentang pekarangan.
Pekarangan? Yaa.. lambat laun akhirnya si rumah belajar pada daun yang gugur dipekarangannya. Bahwa perpisahan tidak semenyedihkan itu. Rumah ini kemudian membiasakan segalanya, sendirian. Merenovasi beberapa bagian dengan dasar rindu. Agar jika lelaki itu pulang, ini adalah rumah yang layak untuk dihuni, kembali.
Semakin hari rumah ini semakin bising dengan lentunan irama yang tak senada.. hemm.. "Suara bising hanya dapat diredam suasana hening. Rindu tiba untuk memastikan itu. Ia suaka segala suara" ujar rumah lirih.. "aku tidak memiliki kaki agar menghampirinya pulang kesini. Setidaknya aku sudah memetakan peta dipunggungnya agar dia tau jalan pulang" semakin lirih... "
Suara jejak langkah kaki yang mendekat. Semakin dekat dengan pintu rumah, lelaki berusaha membukanya. "Sudah lama, apakah aku boleh singgah? Bukannya dahulu pintu ini tak pernah dikunci?".
Dengan gemetar dan lirih "aku bukan lagi tempat singgah, lelakiku. Semuanya sudah direnovasi. Agar menjadi rumah yang layak untuk dihuni. Dan jika ada seorang lagi.. lelaki yang bukan kamu. Aku pastikan dia nyaman didalam sini. Dan kami akan bersepakat untuk menghilangkan kuncinya. Agar dia tidak pernah pergi lagi: untuk lelaki penghuni, yang bukan kamu"
Lelakipun beranjak pergi dengan kaki yang lemas dan penyesalan yang pantas.
"Begitulah kini, lelakuku.. kadang tak kau ketahui dimana dia memantaskan diri mencintaimu. Entah dalam puisi-puisi mesra atau dalam luka yang menganga"
@sajakrenjana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar